Mudik 2020 vs 2019

Mona
Data Sekitar
Published in
7 min readJun 13, 2020

--

Buat teman-teman muslim, lebaran tahun ini rasanya sungguh berbeda karena adanya aturan PSBB. Buat yang merantau, berkumpul bersama keluarga di kampung halaman pun jadi hampir mustahil karena adanya larangan mudik. Tapi karena ternyata “pulang kampung” diperbolehkan, serta jutaan alasan lainnya, ada saja upaya yang dilakukan orang-orang untuk kemudian mudik. Dari membuat surat izin resmi, hingga beli palsu di internet. Sungguh kreatif rakyat +62 ini.

Saya pun tidak bisa mudik tentunya, tapi lain halnya dengan teman-teman yang mungkin tiap tahun mudik, saya biasa tidak mudik. Ini sudah tahun keempat saya tidak mudik dan berlebaran bersama keluarga. Karenanya, tahun lalu saya sempat iseng merekam lalu-lintas kala mudik demi kepuasan pribadi membuat skenario “what if” apabila saya mudik dari Jakarta ke Jogja. Tahun ini pun saya melakukan hal yang sama. Penasaran, saya ingin tahu apa ada bedanya lalu-lintas mudik tahun lalu dengan tahun ini dengan membuat beberapa visualisasi. Metodenya persis seperti yang saya lakukan untuk membuat animasi lalu-lintas Jakarta ini, hanya dibuat lebih luas saja lingkupnya. Saya kemudian mengumpulkan data mengenai nilai kemacetan (jam factor). Nilai 0 berarti tidak ada kemacetan sama sekali, 10 berarti macet total.

1. Pergerakan lalu lintas dari waktu ke waktu

Pertama yang saya lakukan adalah membuat perbandingan spasial, menampilkannya pada peta, atas untuk tahun 2020 dan bawah untuk tahun 2019. Hijau berarti lancar (nilai kemacetan 0–3.99), kuning berarti ramai (nilai kemacetan 4–7.99), merah berarti padat merayap (nilai kemacetan 8–10).

Sila kunjungi twit saya untuk melihat animasi lengkapnya

Secara kasat mata, mungkin tidak terlalu kelihatan bedanya. Kalaupun kelihatan, sedikiiit sekali terlihat bahwa sebelum hari H 2020, tingkat kemacetannya lebih rendah daripada sebelum hari H tahun 2019. Kuning-merah terlihat lebih banyak di 2019. Yang mungkin paling mencolok adalah ketika hari-H Idul Fitri, di jam 6–8 yang biasanya ramai antrian ke dan dari tempat sholat Ied, kini sepi karena sebagian besar orang sholat Ied di rumah masing-masing.

Efek Sholat Ied #dirumahaja

Buat saya pribadi, penduduk Jalan Solo yang selalu ramai ketika lebaran, yang paling kelihatan lainnya adalah lalu lintas dalam dan antar kota di hari-H 2020 ternyata tidak semacet 2019. Mungkin karena orang-orang sebagian besar tidak melakukan “ujung” atau silaturrahmi fisik ke tetua, teman, dan saudara lainnya. Seandainya saya mudik tahun ini, tampaknya saya tidak perlu mengkhawatirkan terjebaknya saya di kemacetan Jalan Solo tahun ini.

Jalur antar kota di hari-H 2020 tidak semacet 2019

Tapi apakah orang benar-benar tidak mudik? Mari kita visualisasikan rerata nilai kemacetan dalam time-series.

Rerata angka kemacetan untuk semua ruas jalan.

Pertama kita lihat di semua ruas jalan yang ada di peta visualisasi saya di atas. Garis biru relatif di bawah garis merah semenjak H-3 hingga hari-H, menunjukkan bahwa memang benar penduduk Jakarta-Jabar-Jateng-DIY ini sebagian besar #dirumahaja. Rerata penurunan tingkat kemacetannya sendiri adalah 32%. Puncak harian biasanya terjadi saat menjelang buka puasa, dimana orang-orang sibuk mencari takjil. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, tahun ini grafiknya langsung turun setelah maghrib karena orang tidak bepergian kembali untuk tarawih.

Namun apakah ini berarti orang-orang benar-benar tidak mudik? Mari kita lihat apa yang terjadi di jalan-jalan utama antara Jakarta-Jogja (jalan tol, antar propinsi).

Ternyata selain saat hari-H, tingkat kemacetannya tidak begitu berbeda! Yang menarik adalah kalau puncak arus mudik di tahun-tahun sebelumnya mungkin terjadi sekitaran H-3 dan H-2, tahun ini mungkin terjadi di H-1 karena garis biru 2020 tampak mengungguli garis merah 2019. Jujur saya kurang tahu kenapa. Mungkin diakibatkan viralnya #indonesiaterserah sehingga orang bodo amat terus mudik, atau minimnya pengamanan di perbatasan, atau karena banyak lalu lintas mudik lokal, atau malah karena orang ramai mengirim hampers sehari sebelum lebaran?

2. Clustering

Untuk mencari tahu apakah benar H-1 lebih ramai karena orang-orang mengirim hampers, saya kelompokkan timeseries dari selisih nilai kemacetan 2020 dan 2019 di setiap ruas jalan ke sembilan kelompok menggunakan K-Means clustering. Semakin rendah nilainya, semakin lebih sepi jalan teresebut dibanding tahun 2019.

Clustering selisih nilai kemacetan di tiap jalan

Cluster 8 dan 9 ini cukup menarik buat saya. Cluster 9 ini tampaknya terdiri dari jalan-jalan yang justru lebih macet ketika mudik 2019 ini, sedangkan cluster 8, di mana H-1 dan hari H lebih ramai daripada 2020, akan membantu saya membuktikan bahwa terjadi lebih banyak lalu-lintas dalam kota karena banyak orang mudik lokal dan atau kirim-kirim hampers.

Mari kita mulai dengan cluster 9

Cluster 9 — Lebih ramai daripada 2019

Ternyata cluster 9 ini tersebar di beberapa daerah, utamanya di pintu tol dan daerah perbatasan daerah. Saya curiga ini diakibatkan beberapa kabupaten/kota yang menerapkan pengecekan di perbatasan, dan karena jalur mudik relatif lebih banyak lalu-lintasnya daripada jalan dalam kota, hal tersebut berdampak pada sedikit naiknya kemacetan. Buat yang punya insight lain kenapa kenaikan ini terjadi, boleh menambahkan di kolom komentar di bawah.

Selanjutnya mari kita kulik cluster 8

Cluster 8 — H-1 lebih ramai daripada 2019

Cluster 8 ini terdiri dari jalan-jalan yang justru lebih heboh di 2020 ini daripada 2019 pada hari H dan H-1. Tidak banyak sebenarnya, dan tidak seperti cluster 9 yang sebagian besar ada di jalan antar-propinsi, cluster 8 ini dipenuhi jalan dalam kota. Sehingga sepertinya mungkin kecurigaan saya benar bahwa bagi-bagi hampers, mudik dalam kota, dan silaturahmi dalam kota saja menjadi trending topic dan kelumrahan baru pada mudik kali ini.

Cluster 1, 2, 3…

Cluster 1, 2, 3 — jauh lebih sepi daripada 2019

Saya tidak akan bahas semua cluster karena saya tidak ingin tulisan ini jadi skripsi yang membosankan, jadi saya skip cluster-cluster yang tidak menarik. Cluster menarik selanjutnya adalah cluster 1, 2, dan 3 yang secara umum jauh lebih tidak ramai daripada mudik 2019. Idealnya kan semua jalan di kabupaten/kota, tapi ternyata tidak demikian. Sebagian besar tersebar di Bandung dan Jakarta.

Dari sini saya kepikiran. Karena tiap wilayah punya kebijakan masing-masing, pasti hasilnya juga masing-masing. Saya penasaran, kabupaten/kota manakan yang paling menerapkan PSBB dan sebaliknya.

3. Perbandingan tiap Kabupaten/Kota

Untuk mengetahui hal teresebut, mari kita lihat distribusinya di tiap kabupaten/kota yang jalan-jalannya termasuk dalam peta dan animasi saya di atas. Saya rata-rata nilai kemacetan dari seluruh jalan di kota/kabupaten tersebut, kemudian saya bandingkan distribusinya.

Distribusi nilai kemacetan per kabupaten/kota

Pada tahun 2019 (garis merah), rerata nilai kemacetan adalah 1.2 dengan standar deviasi 0.11, sedangkan pada tahun 2020 (garis biru), rerata nilai kemacetannya 0.97 dengan standar deviasi 0.05.

Sekilas terlihat memang tahun 2020 lebih sepi karena rerata kemacetannya lebih rendah. Tapi apakah lebih sepi secara statistik? Oke, kalimat-kalimat saya selanjutnya akan sangat statistik tapi mohon jangan pusing duluan. Jadi, saya lakukan Welch’s t-test dengan null hypothesis (H0) bahwa rerata 2019 lebih rendah atau sama dengan rerata 2020 dengan confidence interval 0.05. Hasilnya saya dapatkan p-value 2.58e-06 yang kurang dari 0.05 sehingga H0 rejected. TLDR; terbukti benar bahwa lalu lintas mudik 2020 secara statistik tidak semacet mudik 2019.

Penurunan kemacetan lalu lintas tiap kabupaten

Saya petakan penurunan kemacetan lalu lintas mudik 2019 ke 2020 dengan warna hijau ke merah, di mana hijau paling tua berarti terjadi penurunan (lebih lengang) 0.5 hingga 2 poin dan merah berarti terjadi kenaikan (lebih macet) 0.1 hingga 1 poin. Nilai penurunan ini selanjutnya akan saya sebut dengan “indeks #dirumahaja”.

Terlihat sebagian besar ada di sebaran hijau yang berarti lebih tidak macet. Jawa Tengah nampak lebih hijau secara umum daripada Jawa Barat, walaupun terlihat ada beberapa kota/kabupaten yang hijaunya paling pekat alias paling #dirumahaja. Kota/kabupaten manakah yang paling #dirumahaja tersebut?

Top 5

Nah sekarang terlihat siapa-siapa saja juaranya. Lima kabupaten/kota dengan indeks #dirumahaja tertinggi adalah Bandung Barat yang nilai kemacetannya turun 68% (!!!), disusul dengan Kabupaten Bandung, Kota Depok, Kabupaten Purbalingga, Kota Bandung, dan Kota Magelang. Empat dari lima terletak di Jawa Barat, sehingga tidak salah jika Jawa Barat dianugerahi gugus tugas sebagai provinsi terbaik dalam menangani COVID-19.

Sekarang mari kita lihat kabupaten/kota mana saja yang ternyata jadi lebih ramai kala mudik 2020.

Bottom 5

Menarik, ternyata yang memiliki kenaikan tertinggi adalah Batang (45.33%) disusul oleh Kendal, Kota Pekalongan, Demak, Purwakarta, dan Semarang. Menariknya, semua terletak di jalur utara mudik dan beberapa ada di percabangan jalur mudik seperti Purwakarta, Semarang dan Kendal. Walaupun persenannya naik, tapi sebenarnya secara poin, nainya tidak begitu banyak karena dasarnya kabupaten-kabupaten tersebut sepi, tidak semacet Jakarta atau Bandung misalnya.

Kesimpulannya….

  • Iya, benar bahwa mudik 2020 lebih sepi dari mudik 2019
  • Tapi pintu jalur tol dan jalur utama perbatasan jadi lebih ramai! Saya menyesal karena nggak ambil data se-Jawa penuh, mengingat Surabaya yang sekarang jadi zona hitam karena katanya gara-gara mudik. Kalo ambil se-Jawa kan saya bisa sotoy buktiin gitu.
  • Lalu lintas dalam kota terpantau lebih ramai di H-1 dan hari H di tahun 2020
  • Bandung juara

Kalau kamu sudah baca sampai sini, terima kasih atas waktunya! Jangan lupa cuci tangan, jaga jarak dan pakai masker. Satu-satunya yang bisa menjaga kesehatan kita adalah diri kita sendiri :)

Bonus: Buat yang penasaran sama indeks #dirumahaja untuk tiap kota/kabupaten di wilayah yang tercakup pada peta di atas, bisa scroll di bawah ini. Siap-siap pegel ya soalnya panjang.

--

--