Gaji Jakarta Tinggal di Jogja, Realistiskah?

Mona
4 min readJun 21, 2021

Kapan hari jagat Twitter dihebohkan dengan statement Ligwina Hananto tentang “Ya kali ga punya rumah umur 40-an”. Bukannya tergelitik dengan inti twitnya, saya lebih tergelitik dengan salah satu reply beliau di bawah ini.

Gaji Jakarta, tinggal di Jogja, idealkah?

Sebagai warga Jogja selama 21 tahun (pindah setelah berkeluarga), saya tahu betapa strugglingnya masyarakat Jogja memenuhi kehidupan sehari-hari. Masyarakat Jogja masih dipenuhi kalangan menengah ke bawah yang memiliki pekerjaan humble seperti petani, wiraswasta UMKM, dan guru karena minimnya perkantoran kapitalis ala-ala ibukota.

Namun mulai tahun 2010 an, saya mulai mendapati fenomena harga real-estate yang makin mencekik yang usut punya usut karena orang-orang Jakarta mulai melirik utopia pensiun di Jogja. Banyak yang kemudian membeli rumah di Jogja, utamanya yang kebetulan anaknya juga berkuliah di Jogja. Hal tersebut akhirnya menarik banyak investor dibuktikan dengan mall yang makin bermunculan, kuliner dan produk ibukota yang mulai masuk, serta menjamurnya toko kopi atau tempat wisata gaul ala-ala instahram. Kalo bahasa jaman sekarang, gentrifikasi.

Hingga akhirnya saya mulai mikir. “Seberapa persen bisa dihemat kalo pindah dari Jakarta ke Jogja?” Jangan-jangan simpanannya nggak segitunya sehingga nggak sumbut kalo harus cape-cape pindah Jogja.

Pengumpulan Data

Saya coba cari datanya lewat the almighty BPS. Ternyata BPS memiliki survey sosio ekonomi di tahun 2020. Survey BPS ini dilakukan Maret 2020 ke 334.229 keluarga dan 514 kabupaten/kota. Berdasarkan publikasi Pengeluaran untuk Konsumsi Penduduk Indonesia per Provinsi Tabel A.1, ternyata

Gambar 1: Rerata pengeluaran per kapita sebulan berdasar provinsi

Ternyata rerata pengeluaran per kapita sebulan di Jogja adalah sekitar 1,41 juta dan DKI Jakarta sekitar 2,26 juta. Perlu diingat ini adalah per kapita, sehingga jika satu keluarga ada 4 orang misalnya, pengeluaran Jogja menjadi 5,64 juta dan Jakarta menjadi 9,04 juta. Hidup ber-tiga di Jogja sedikit lebih murah daripada hidup ber-dua di Jakarta. Tapi, asumsi jumlah anggota keluarga sama, maka akan menghemat 37,5%. Wow fantastis sekali.

Tapi problemnya adalah, angka di atas menggunakan rerata, sehingga menurut saya tidak fair. Untuk data yang skew-nya tinggi seperti penghasilan, pengeluaran, dkk ini, median lebih mempresentasikan nilai tengah atau tipikal, sehingga saya takut rerata bisa misleading. Karena saya tidak punya data mentahnya, maka saya coba gali-gali data BPS lagi dan akhirnya saya menemukan survey biaya hidup tahun 2018 Jakarta dan Jogja.

Di survey ini, saya menemukan sebaran penghasilan rumah tangga dan pembagian-pembagian pengeluaran berdasar kelompok penghasilan rumah tangga. Dari sebaran penghasilan rumah tangga, saya baru sadar di Jakarta, harus punya penghasilan > 12 juta per bulan untuk jadi 40% orang terkaya (penghasilannya), sementara di Jogja cukup > 7,5 juta saja. Kebalikannya, punya < 7,5 juta penghasilan di Jakarta masuk golongan 40% termisqin.

Gambar 2: % Rumah Tangga Dengan Pengasilan Tertentu

Saya penasaran dong bagaimana pola pengeluaran kelompok penghasilan di atas. Sayangnya nggak nemu dengan range yang sama persis seperti di atas, cut paling atas hanya 7 juta. Contoh adalah grafik pengeluaran rumah tangga per-kapita di bawah ini berdasar kelompok penghasilan:

Gambar 3: Pengeluaran berdasar kelompok penghasilan

Ternyata betul ada bedanya. Kalau dilihat sepintas, yang paling terlihat bedanya ketika naik kelas dari penghasilan < 7juta ke > 7juta adalah pengeluaran non-konsumsi dan transportasi. Tampaknya karena moda transportasi berubah dari motor/angkutan umum menjadi mobil dan lebih punya uang untuk dibelanjakan barang-barang tersier. Menariknya lagi, di Jakarta tampaknya berlaku it’s more expensive to be poor: penghasilan 1–1,5 juta punya pengeluaran lebih banyak dari 1,5 hingga 3 juta. Entah benar begitu atau entah karena datanya kurang valid. Tampak juga di penghasilan 1 hingga 2 juta ini rawan sekali besar pasak daripada tiang.

Lalu kalo dibandingkan di setiap kelompok penghasilan, mana yang paling untung kalo pindah Jogja? Untuk mengetahui jawaban ini, saya bandingkan tiga macam pengeluaran berdasar pengeluaran non-konsumsi (biru muda di gambar 3) dan pengeluaran konsumsi (jumlah seluruh warna di gambar 3 kecuali biru muda)

  1. Hidup Jakarta, gaya hidup Jakarta: pengeluaran konsumsi Jakarta + pengeluaran non-konsumsi Jakarta
  2. Hidup Jogja, gaya hidup Jakarta: pengeluaran konsumsi Jogja + pengeluaran non-konsumsi Jakarta. Karena harga jajanan di mall dan barang tersier lainnya di Jogja dan Jakarta sesungguhnya sama aja.
  3. Hidup Jogja, gaya hidup Jogja: pengeluaran konsumsi Jogja + pengeluaran non-konsumsi Jogja. Karena belum tentu orang Jakarta bisa ikut gaya hidup orang Jogja yang lebih prihatin kan ya.
Gambar 4: kelompok penghasilan mana yang paling untung?

Ternyata ≥ 37.5% lebih murah per bulan tadi hanya bisa dicapai kalo

  • Penghasilan 1 hingga 1.5 juta terus pindah Jogja (hemat 1,6jt-1,8jt)
  • Penghasilan 3 hingga 4 juta terus pindah Jogja (hemat 1,8–2jt)
  • Penghasilan > 7juta tapiiiii gaya hidup Jogja (hemat 4,4 jt). Kalo pake gaya hidup Jakarta, hemat hanya 27% (3,2 jt)

Ada beberapa golongan yang masih masuk ~30% lebih hemat pindah Jogja juga seperti kelompok penghasilan 1,5–2 juta (hemat 800rb-1jt) dan 4–6 juta (hemat 1,6–1,7jt). Menariknya kalo penghasilan 2–3 juta atau 6–7 juta, tampaknya hanya hemat ~25%, lebih rendah dari golongan penghasilan lain, berturut-turut kurang lebih sekitar 500rb untuk 2–3 juta dan 1,5jt untuk 6–7 juta. Jadi clear winner-nya jelas adalah untuk golongan penghasilan > 7 juta: hemat banyak dalam bentuk Rp dan persentase.

Jadi, mau pindah Jogja? Jadi kaya dulu ya.

___

Sumber

--

--